Follow Us @agnes_bemoe

Friday 21 November 2014

Teknik Pernapasan a la Saya

Awalnya saya membaca di Majalah Tempo tentang latihan pernapasan sebagai salah satu cara pengobatan. Di situ dikatakan teknik ini berhasil membantu penderita diabetes lepas dari obat. Lalu, saya mendapati tulisan tentang "Mindfulness" di wall seorang teman. Isinya menyinggung tentang teknik pernapasan seperti yang diulas oleh Tempo.

Ingin tahu lebih jauh, saya browsing tentang "Mindfulness". Jujur, saya lebih banyak bingung daripada ngerti... hihihi... Saya terbantu memahami tentang "kesadaran budi" ini setelah membongkar lagi buku Anthony de Mello, SJ. Contohnya tentang seekor anak anjing yang perhatiannya terpusat pada mainannya membantu saya memahami apa itu meditasi (bagian dari Mindfulness).

Biarpun tidak terlalu mengerti tentang teknik pernapasan "Mindfulness" ini, saya memutuskan untuk mencoba. Kalau dirunut ke belakang, waktu saya mengalami serangan panik di RS, dr. Elly -psikiater saya- menuntun saya bernapas (lewat BB) sampai saya tenang. Lalu, ketika bertemu dengan psikolog, saya juga diajak bermeditasi dengan jalan mengatur pernapasan. Waktu itu saya memang merasa lebih tenang dan lega. Psikolog menyarankan untuk secara rutin melakukannya. Tapi saya, hihihi..., masih malas.

Membaca Tempo dan postingan teman membuat saya mencoba latihan pernapasan seperti yang disarankan.

Saya menggabung-gabungkan sendiri teknik yang dipakai baik oleh psikiater, psikolog, Tempo, maupun artikel Mindfulness. Ini karena menurut saya prinsipnya sama. Yang saya lakukan adalah sebagai berikut:

Berbaring (karena saya belum bisa duduk) dengan santai. Pejamkan mata.
Putar musik instrumental. Favorit saya adalah Kenny G (Ave Maria, Havana) dan Khitaro.
Hirup napas dalam-dalam, hembuskan pelan-pelan.

Sambil bernapas, dirasakan napas yang dihirup dan dihembuskan.
Kendurkan beberapa bagian tubuh: leher, pundak, lengan, tangan, tungkai, lalu kaki.
Sambil memusatkan pikiran pada pernapasan, saya mulai "menjelajahi" sekeliling saya lewat pendengaran.

Saya mendengarkan bunyi-bunyian di lingkaran yang terdekat dengan saya: suara musik, detik jarum jam, tetes air, suara cicak, dll. Lingkaran itu tambah lama tambah besar: deru motor di luar, pesawat, suara tetangga. Semua didengarkan saja.

Lalu saya kembali memusatkan diri pada pernapasan: menghirup dan menghembuskan napas dalam-dalam.

Selanjutnya, tarik napas dalam-dalam dalam 5 hitungan. Tahan dalam 5 hitungan. Lalu, hembuskan lagi dalam 5 hitungan. Ini saya lakukan 5 kali (atau sampai saya merasa benar-benar nyaman)

Terakhir, saya tutup dengan doa. Saya berdoa Rosario lambat-lambat. Sambil berdoa, saya bisikkan ke diri saya sendiri beberapa hal yang saya butuhkan: misalnya, tenang, damai, percaya, dll. Saya ulangi juga perkataan-perkataan positif yang menyejukkan dan menguatkan. Tidak lupa, saya membayangkan diri saya duduk dekat Yesus, seolah-olah ngobrol dengan Yesus (cara ini saya dapatkan dari Sr. Maristella, JMJ, suster yang rutin mengunjungi saya di rumah sakit. Menurut Suster, kita bisa mengundang Yesus untuk datang dan melakukan mukjizat. Kita bisa membuat mukjizat untuk diri kita sendiri.

Itulah yang saya lakukan setiap pagi.

Kendalanya? Yang paling sering terjadi adalah pikiran yang melantur kemana-mana. Tiba-tiba menelusup aja komen teman fb, atau kegiatan yang ingin dilakukan, dan banyak hal lagi. Kalau sudah begini, saya lalu buru-buru balik lagi, konsentrasi ke pernapasan.

Manfaatnya? Yang saya rasakan sih, saya jadi lebih lempeng, lebih tenang, apalagi kalau berhasil "ngobrol" dengan Tuhan Yesus. Rasanya tenaaang banget... hehehe...

Memang pemgaruhmya ke fisik belum saya ketahui karena belum ada perubahan drastis. Harapan saya sih, kalau saya tenang dan positif, saya tidak mudah stress (catatan: akhir-akhir ini saya mudah stress). Kalau tidak mudah stress, saya lebih bersemangat untuk berobat/minum obat. Hasil akhirnya tentu saya harapkan kesembuhan. Eh, hasil paling akhir tentu terserah Yang Di Atas :D

***

Pembatuan, 22 November 2014
@agnes_bemoe



No comments:

Post a Comment